Stasiun Demak
Jalur Trem Semarang-Demak
Mulanya, lebar jalur yang hendak dipakai SJS sesuai proposal pengajuan ialah 914 mm namun akhirnya disepakati menggunakan lebar jalur 1.067 mm. Jalur awal ialah dari Semarang ke Jomblang sepanjang 4 km yang diresmikan pada 1 Desember 1882. Selepasanya, antara Semarang dan Bulu dengan panjang 3 km dibuka untuk umum pada 12 Maret 1883. Semarang-Klein Boom sepanjang 3 km dibuka operasionalnya pada 2 Juli 1883, bersamaan diresmikan pula jalur Semarang-Genuk yang memiliki panjang 6 km. Bertolak dari Genuk, SJS melanjutkan pembangunan ke Demak dengan panjang 18 km yang dibuka pada 27 September 1883.
Pembangunan trem SJS dikisahkan Liem Thian Joe dalam Riwayat Semarang 1416-1931. Stasiun SJS di Semarang yakni Stasiun Jurnatan atau dinamakan Centraal Station (stasiun pusat) karena lokasinya beradi di pusat Kota Semarang. Liem menyatakan, selama proses pemasangan rel mencuat rumor tidak sedap. Masyarakat setempat yang tinggal tidak jauh dari pembangunan jalur trem merasa was-wasa. Pasalnya mereka takut anak-anak mereka menjadi korban culik, anggapan mereka untuk tumbal pembangunan.
Sebagai tempat perhentian kereta, di Demak dibanguan sebuah stasiun yang terletak dekat pusat-pusat pemerintahan di Demak. Seperti Kantor Asisten Residen, Kantor Bupati dan Kantor Kepala Distrik. Stasiun Demak merupakan bangunan sederhana yang terdiri dari kantor operasional stasiun serta ruang tunggu penumpang dengan area terbuka. Tidak jauh dari stasiun dibangun sebuah gudang barang. Mengingat stasiun ini tidak hanya melayani naik-turun penumpang melainkan juga barang. Dari Stasiun Demak, SJS membuat jalur percabangan ke arah Purwodadi pada tahun 1888.
Mengacu pada jadwal perjalanan kereta api dan trem yang terbit pada tahun 1898, terdapat empat belas perjalanan kereta api yang singgah di Stasiun Demak. Lima kali pp arah Semarang-Juana dan Demak-Purwodadi sejumlah dua kali pp. Kala itu, Semarang-Demak ditempuh selama 1,5 jam sedang Demak ke Juana memakan waktu hampir empat jam. Sedang antara Demak-Purwodadi, perjalanan membutuhkan waktu kira-kira 2,5 jam.
Perjalanan trem SJS terbagi menjadi dua kelas, yakni Kelas 1 dan Kelas 2. Berdasarkan laporan Gedenkboek der Samarang Joana Stomtram Maatschappij tahun 1907, Kelas 1 diperuntukkan bagi pegawai sipil Eropa, pegawai pribumi dengan jabatang tinggi, serta orang kaya golongan Eropa dan Cina. Sedang Kelas 2 digunakan orang Eropa dan Cina yang kurang mampu serta khusus pribumi. Paska tahun 1900-an, SJS mengeluarkan Kelas 2I, yakni Kelas 2 yang dikhususkan bagi orang pribumi.
Jadwal perjalanan trem Semarang-Juana tahun 1900. (Sumber: Officieele Reisgids voor Spor en Tramwegen op Java, 1900)
Perbedaan kelas penumpang berpengaruh terhadap harga tiket. Misal di tahun 1900, tarif perjalanan dari Semarang ke Demak penumpang Kelas 1 harus membayar 1,5 gulden. Sedang tiket Kelas 2 dengan rute yang sama ialah 0,5 gulden. Penumpang Kelas 3 hanya perlu merogoh kocek 0,25 gulden. Sementara itu, biaya bagasi per 10 kg sebesar 0,10 gulden.
Pembangunan Stasiun Baru
Pada tahun 1914, SJS merelokasi jalur trem di Demak keluar kawasan pemukiman. Selain itu akan dibangun stasiun baru menggantikan Stasiun Demak yang berada di pusat kota. Namun pada tahun 1915 rencana tersebut mandek akibat kondisi perang. Baru pada November 1919 proyek relokasi jalur dan pembangunan stasiun baru mulai dilanjutkan kembali.
Akhirnya, pada Rabu, 27 April 1921 bangunan Stasiun Demak yang baru dibuka untuk umum. Malam hari di Stasiun Jurnatan, tamu-tamu telah bersiap memenuhi undangan peresmian stasiun dari Direktur Operasi SJS. Terkhusus peresmian, dijalankan kereta malam menuju ke Demak membawa rombongan ang berangkat pukul tujuh kurang seperempat. Perjalanan kereta diiringi musik syahdu dan gemerlap lampu kereta.
Perbedaan lokasi Stasiun Demak lama dan baru disandingkan peta tahun 1920 dan 1939. Letak Stasiun Demak awal ditandai lingkaran berwarna kuning sedang stasiun baru ditunjukkan lingkaran merah. Tampak pula jalur trem SJS (garis hitam-putih) mengalami pergeseran. (Sumber: diolah dari Maps.library.kitlv.edu)
Beberapa rombongan yang turut serta ialah perwakilan utama perusahaan trem, Tuan van Alphen, pejabat administrasi SJS, Tuan W. Cool dan seluruh staf insinyur. Kepala dinas irigasi, kepala-kepala setempat dan beberapa tamu lain dengan membawa pasangannya. Di Demak sendiri telah menanti kontroler de Leeuw dan bupati.
Pukul delapan malam, berlatarkan dekorasi hijau yang menawan serta pencahayaan yang meriah Tuan van Alpen membuka peresmian Stasiun Demak baru. van Alpen pun memberikan pujian khusus untuk Nijmagen Sehonegevel selaku insinyur yang bertanggung jawab, arsitektur van Leeuwen, serta Widagdadi selaku pengawas pembangunan.
Bangunan Stasiun Demak yang baru terkesan megah dan luas dengan ukuran panjang 90 meter. Bangunan utama stasiun ini diperuntukan untuk pelayanan penumpang dan operasional seppppp ruang perkantoran. Di sisi timur stasiun terdapat gudang barang sedang sebelah barat terletak depo lokomotif. Sementara itu menara air masih dalam proses pembangunan.
Beberepa jalur trem dinaungi overkaping peron berukuran 120 meter dengan tinggi 7,5 meter. Jalur satu untuk kereta tambahan dan barang, jalur dua melayani kereta api lintas Kudus-Semarang, jalur tiga diperuntukkan perjalanan kereta rute Semarang-Kudus, dan jalur empat difungsikan rangkaian kereta api dari dan ke Purwodadi.
Fasad Stasiun Demak yang baru, potret tahun 1990. (Sumber: Sporweg Station op Java)
Tampak overkaping Stasiun Demak yang menaungi empat jalur, foto tahun 1990. (Sumber: Sporweg Station op Java)
Paska Kemerdekaan
Setelah di bawah kekuasaan Indonesia, dikelola oleh Djawatan Kereta Api (DKA) Stasiun Demak menjadi salah satu stasiun teramai di lintas Tenggang-Juana-Pecangan Kayu. Hal ini dapat dilihat dari jumlah penumpang dan barang kurun tahun 1950-1952. Kendati setiap tahun mengalami penurunan baik dari penumpang maupun barang.
Stasiun |
Penumpang |
Barang (ton) |
||||
1950 |
1951 |
1952 |
1950 |
1951 |
1952 |
|
Demak |
319.985 |
216.553 |
210.709 |
2.418 |
1.807 |
194 |
Kudus |
729.087 |
451.798 |
377.258 |
11.090 |
13.163 |
10.787 |
Pati |
208.237 |
208.562 |
210.967 |
7.190 |
7.713 |
4.410 |
Juana |
232.775 |
330.255 |
340.725 |
11.235 |
15.424 |
15.165 |
Tabel Perbandingan Jumlah Penumpang dan Barang Tahun 1905-1952
Tahun 1954, DKA mengklasifikasikan kelas stasiun yang bertujuan menentukan fasilitas dan kondisi kebutuhan pengangkutan di tiap-tiap stasiun. Pengklasifikasian stasiun ditetapkan melalui Surat Keputusan DDKA No. 20493/BB/54 tanggal 16 Maret 1954 tentang klasifikasi stasiun menjadi 6 kelas, yakni Stasiun Besar, Stasiun Kelas 1, Stasiun Kelas 2, Stasiun Kelas 3, Stasiun Kelas 4, dan Stasiun Kelas 5. Berdasarkan SK tersebut, Stasiun Demak masuk dalam kategori stasiun Kelas 3.
Akan tetapi, pada tahun 1986 Stasiun Dudus berhenti beroperasi bersamaan ditutupnya jalur kereta api lintas Kemijen-Rembang. Penutupan jalur tersebut dikarenakan mulai turunnya jumlah penumpang serta kalah pamor dengan kendaraan darat lainnya. Selepas tidak beroperasi, lahan Stasiun Demak disewa oleh Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan Raya (DLLAJR) Kabupaten Kudus sekitar tahun 1997. Saat itu, beberapa jalur rel di area luar stasiun sudah banyak yang hilang.
Sumber :
- Gedenkboek der Samarang Joana Stomtram Maatschappij, S’Gravenhage: Kon. Ne. Boek en Kunsthandel, 1907
- “Het Nieuwe Station van Demak Geopend”, dalam De Locomotief edisi Selasa, 26 april 1921
- Kota Demak Sebagai Bandar Dagang di Jalur Sutra, Jakarta: Depdikbud, 1997
- Maps.library.leiden.edu
- Michiel van Ballegoijen de Jong, Spoorwegststion op Java, Amsterdam: De Bataafsche Leeuw, 1993
- Officieele Reisgids voor Spor en Tramwegen op Java, 1 Desember 1898
- Officieele Reisgids voor Spor en Tramwegen op Java, 1 Januari 1900
- Tim Telaga Bakti Nusantara, Sejarah Perkeretaapian Indonesia Jilid 2, Bandung: CV Angkasa, 197