Stasiun Cepu
Setelah melihat kesuksesan Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NISM) mengelola dua wilayah operasi kereta api pada lintas Jakarta-Bogor dan Semarang-Gundih-Solo-Yogyakarta, pemerintah kolonial Belanda minta kepada perusahaan kereta api swasta pertama itu untuk melanjutkan pembangunan sepur dari wilayah Semarang sampai Surabaya. Diharapkan jalur tersebut akan tersambung dengan lintas kereta api milik negara Staatsspoorwegen (SS) rute Surabaya-Malang yang telah dibuka sejak 1879. NISM menolak permintaan itu karena rencana jalur Semarang-Surabaya dianggap kurang menguntungkan.
Di sepanjang lahan yang direncanakan masih berupa hutan belukar dan tanah rawa-rawa luas yang jarang ditinggali penduduk. Tetapi sejak ditemukannya cadangan minyak bumi dan pengeboran pertama dilakukan di Cepu pada 1893, sikap NISM berubah. NISM melihat potensi keuntungan angkutan minyak melalui rute Cepu-Semarang dan Cepu-Surabaya. Jajaran direksi sepakat mengirim permohonan proposal eksploitasi kereta api lintas Gundih-Cepu-Surabaya kepada pemerintah kolonial. Porposal permintaan itu disetujui dengan lebar sepur sama yang digunakan SS yaitu 1067 mm.
Aktifitas bongkar muat kereta barang di Stasiun Cepu
Stasiun Cepu dan dipo lokomotifnya diresmikan pada 1902. Awalnya memiliki empat jalur terdiri dari satu jalur dinaungi kanopi stasiun, dua jalur di tengah tanpa tutupan atap, dan satu jalur untuk stasiun barang. Di sebelah timur stasiun terdapat wesel percabangan ke kiri menuju depot BBM. Jalur cabang itu juga menghubungkan dengan jalur kereta api milik Samarang Joana Stoomtram Maatschappij (SJSM) menuju Stasiun Cepu Kota. Saat ini stasiun tersebut sudah tidak aktif mulai 1974. Sejak Cepu menjadi penghasil minyak, banyak orang Belanda bekerja di perusahaan minyak Dordtsche Petroleum Maatschappij (Milik Royal Dutch Shell) dan tinggal di kota. Klub hiburan bergengsi setara Societeit de Harmonie di Batavia pun muncul di Cepu dengan nama Societeit Tjepoe. Begitu banyaknya orang Eropa yang tinggal dan bepergian dari dan menuju Cepu, menyebabkan jumlah penumpang terus meningkat. Mengantisipasi kenaikan tersebut, NISM merenovasi Stasiun Cepu menjadi lebih besar pada 1910. Bangunan sederhana yang awalnya terdiri dari material kayu jati diganti menjadi bangunan batu. Di kota Cepu sebenarnya masih ada jalur kereta api lain khusus untuk angkutan kayu jati milik Jawatan Kehutanan Hindia Belanda yang saat ini diambilalih menjadi milik Perum Perhutani Jawa Tengah.
Sumber :
- Gani, Mohammad. Kereta Api Indonesia, Jakarta: Deppen RI, 1978
- Jong, Michiel van Ballgoijen de. Spoorwegstations op Java. De Bataafsche Leeuw, 1993
- Kanumoyoso, Bondan. Nasionalisasi Perusahaan Belanda di Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2001
- www.kitlv.nl
- Tim Telaga Bakti Nusantara. Sejarah Perkeretaapian Indonesia Jilid I, Bandung: Asosiasi Perkeretaapian Indonesia, 1997