RIWAYAT SINGKAT KERETA API DI PULAU SULAWESI
Kira-Kira dalam waktu empat bulan lagi operasional jalur kereta api Maros–Barru untuk umum segera menjadi kenyataan. Sejak groundbreaking pada 12 Agustus 2014 silam, rel sepanjang 71 kilometer yang akan dibuka bertahap sekitar Oktober 2022 itu merupakan proyek infrastruktur perkeretaapian pertama di kawasan Indonesia Timur. Menurut unggahan akun instagram @ditjenperkeretaapian pada 3 Juni 2022, sudah ada 102 kilometer rel kereta api terpasang dari rencana pembangunan 150 kilometer jalur kereta api Makassar–Parepare. Rute ini sendiri menjadi bagian awal megaproyek jalan baja trans Sulawesi.
Tidak seperti proyek jalan tol, progres pembangunan jalur kereta api di Sulawesi bisa dibilang berkembang lambat, dari usulan pertama hingga realisasi pembangunan perlu waktu 13 tahun. Dilansir dari situs berita tempo.co berjudul “Ini Kronologi Pembangunan Jalur KA di Sulawesi” bertanggal 12 Agustus 2014, rencana mewujudkan jalur kereta api di Sulawesi sudah muncul sejak 2001. Selain menghubungkan antar kota di penjuru pulau, rel kereta api juga dibangun sebagai akses arus barang dan penumpang dari dan menuju pelabuhan laut serta bandar udara.
Pada 2002 dan 2003 pemerintah menyelenggarakan studi kelayakan untuk lintas Manado–Bitung dan Makassar–Parepare. Dua tahun kemudian kajian studi diperluas menjadi Makassar–Takalar–Bulukumba. Pada 1 Juni dan 28 Desember 2012, Kementerian Perhubungan dan Pemda Sulawesi Selatan menandatangani Nota Kesepahaman tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian Nasional di Pulau Sulawesi. Rencana pembangunan pun semakin dimatangkan dengan keluarnya hasil studi terkait Detail Engineering Design (DED) pembangunan jembatan kereta api dari Makassar hingga Parepare disusul hasil Analisis Mengenai Dampak Lingkungan pada rute yang sama pada 2014.
Sebenarnya keberadaan jalur rel di Sulawesi bukan barang baru. Berdasarkan buku Nederlandsch Indische Staatsspoor en Tramwegen (1921) halaman 108 menerangkan bahwa studi kelayakan jalur perkeretaapian oleh swasta sudah dimulai sejak 1915. Hasil laporannya secara teknis sebenarnya jalur bisa dibangun tetapi tidak sesuai harapan investor, alias tidak akan membawa keuntungan bagi swasta yang akan berinvestasi. Pemerintah pun berkesimpulan bahwa jalur perkeretaapian akan dibangun oleh negara.
Pada 1917 penelitian teknis lapangan versi pemerintah dilakukan untuk lintas Makassar–Takalar dan Makassar–Maros–Tanete–Parepare–Sengkang. Dari hasil studi mengungkap bahwa yang paling realistis dan sesuai dengan bujet negara adalah pembangunan dan eksploitasi jalur trem. Sesuai Staatsblad Nomor 224 tahun 1892, pembangunan jalur trem tidak serumit jalur kereta api, sehingga—meski kecepatan lebih lambat dan daya angkut lebih sedikit—biaya yang dikeluarkan lebih hemat dan efisien daripada membangun jalur kereta api.
Pada 1918 desain awal lintas pertama jalur trem uap Makassar–Maros selesai dibuat. Setahun kemudian rancangan awal rute Maros–Tanete selesai. Pada tahun yang sama Gubernur Jenderal mengajukan anggaran tambahan kepada Menteri Jajahan Belanda. Anggaran pun disetujui sekaligus permintaan kepada pemerintah Hindia Belanda agar segera menyelenggarakan penyelidikan awal tentang potensi ekonomi pembangunan jalur perkeretaapian di Minahasa Sulawesi Utara mulai 1920.
Melalui undang-undang yang disahkan parlemen Belanda pada 22 Desember 1919 yang dicatat dalam Lembaran Negara (Stbl.) Hindia Belanda nomor 53 tahun 1920, proyek pembangunan jalur trem uap Takalar–Makassar–Maros resmi dimulai. Pada 18 Maret 1921 parlemen Belanda kembali mengesahkan undang-undang yang dicatat dalam Staatsblad van Nederlandsch Indie Nomor 200 sebagai landasan hukum pembangunan jalur trem uap Maros–Tanete.
Pada 1 Juli 1922, rel antara Makassar (Stasiun Pasar Butung)–Takalar selesai dibangun dan setahun kemudian trem uap resmi dibuka untuk umum. Lintas ini menjadi yang pertama sekaligus terakhir yang dibangun pemerintah Hindia Belanda. Sedangkan rute Maros–Tanete yang sudah disiapkan desainnya tidak pernah terlaksana pembangunannya.
Boleh jadi, ketiadaan industri perkebunan di Sulawesi dan belum masifnya produksi tambang nikel menyebabkan jalur trem Makasar–Takalar hanya bertahan 7 tahun. Sejak 1930 layanan kereta trem uap terpaksa ditutup karena subsidi dari Staatsspoor en Tramwegen (jawatan kereta api & trem negara di Jawa) untuk Staatstramwegen op Celebes dihentikan akibat krisis ekonomi dunia Depresi Besar pada 1929. Selain faktor krisis ekonomi yang melanda dunia pada saat itu, ada beberapa hal lain yang menjadi sebab operasional trem uap di Sulawesi pada zaman Belanda menjadi kurang menguntungkan.
Sejak berlakunya Perjanjian Bongaya tahun 1667 diperbarui pada 1824, tidak serta merta memudahkan kolonisasi Belanda atas pulau Sulawesi. Sering terjadi gejolak politik dalam wujud perlawanan rakyat lokal terhadap pemerintahan Hindia Belanda di Sulawesi Selatan dan Tenggara. Situasi yang tidak kondusif tersebut menyebabkan pemerintah harus menghadapi kendala fundamental yaitu keterbatasan tenaga yang ahli di bidang pemerintahan, infrastruktur, dan pendidikan ala Barat yang mau ditugaskan ke wilayah ini. Investasi swasta dalam bentuk pembukaan lahan perkebunan pun tersendat. Boleh dibilang bisnis industri perkebunan di Sulawesi tidak seramai seperti di Jawa.
Walau tidak memiliki perkebunan besar, pulau Sulawesi memiliki kandungan nikel dalam jumlah besar. Pada 1909, EC Abendanon, juga ahli geologi berkebangsaan Belanda, menemukan bijih nikel di Kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara. Meski demikian usaha eksplorasi tambang nikel baru dilakukan secara serius—pasca Belanda hengkang dari Indonesia—oleh PT. International Nickel Indonesia (INCO) sejak 1968.*
Peta jalur trem uap Makassar–Takalar dan rencana jalur Makassar–Parepare–Singkang melewati Maros, Tanete, Parepare. (Sumber: Gedenkboek der Staatsspoor en Tramwegen, 1925)
Peta rencana jalur trem uap di Minahasa, Sulawesi Utara. (Sumber: Gedenkboek der Staatsspoor en Tramwegen, 1925)
Suasana peresmian jalur trem uap Staatstram op Celebes pada 1 Juli 1922. Tampak dalam foto lomba panjat batang pinang diselenggarakan untuk hiburan. (Sumber: Gedenkboek der Staatsspoor en Tramwegen, 1925)
Stasiun Pasar Butung, Makassar. (Sumber: Koleksi Tropenmuseum)