Paska proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, para pekerja kereta api dan pejuang mulai bergerak cepat melakukan pengambilalihan perkeretaapian dari tangan Jepang. Berawal di Jakarta, kemudian Semarang dan Surabaya. Puncaknya pengambilalihan Kantor Pusat Kereta Api Bandung pada tanggal 28 September 1945. Perisitiwa bersejarah tersebut sampai sekarang diperingati sebagai Hari Kereta Api Indonesia setiap tahunnya.

Dua hari berselang, dilakukan pembentukan nama perusahaan yaitu DKARI (Djawatan Kereta Api Republik Indonesia). Pimpinan awalnya ialah Mr. Soewahjo Soemodilogo. Awal tahun 1946, keluar Maklumat Kementerian Perhubungan RI No 1/KA tanggal 23 Januari 1946 yang mengesahkan secara resmi DKARI dan struktur organisasinya. Ir. Djuanda diangkat sebagai Kepala DKARI dengan wakilnya Mr. Soewahjo Soemodilogo.

Dalam pelaksanaanya, Ir. Djuanda dibantu oleh Kepala Dinas Administrasi, Jalan dan Bangunan, Traksi, Lalu lintas dan Perniagaan. Di daerah, Kepala DKARI dibantu oleh kepala eksploitasi baik di Jawa maupun Sumatera.

Awal menjalankan roda perkeretaapian, DKARI memiliki pekerjaan rumah yang menumpuk. Sarana prasarana perkeretaapian tinggalan Jepang sudah rusak sekitar 40%. Selain itu, bayang-bayang perang menghantui perbaikan perkeretaapian oleh DKARI. Mengingat Belanda kembali datang ke Indonesia untuk mencoba kembali menguasai Indonesia.

Tahun pertama, Dinas Jalan dan Bangunan sibuk membangun kembali jalur kereta api yang dibongkar oleh Jepang. Beberapa jalur tersebut meliputi Pangandaran-Cijulang, Tasikmalaya-Cikoneng. Purwosari-Kartasuro, Purwodadi-Ngemplak, Kutoarjo-Purworejo, Ploso-Gempolkerep, Ponorogo-Slahung dll. Selain itu, juga dilaksanakan perbaikan stasiun, bangunan kantor, dan perumahan pegawai. Ketersediaan alat-alat yang memadai menjadi kesukaran dalam pelaksanaanya.

Kondisi sarana dan prasarana kereta api masih sama pada saat akhir pendudukan Jepang. Lokomotif uap berjumlah 400 unit, kereta penumpang berjumlah 800 unit dan gerbong barang berjumlah 3.500 unit. Dinas Traksi pun menjalankan dan merawat rollingstock dengan alat yang ada. Karena alat-alat yang diperlukan tidak lagi dapat didatangkan dari luar negeri. Bahan bakar berupa batu bara menjadi salah satu barang yang sulit didapat, oleh karena itu terpaksa diganti dengan kayu jati.

Dinas Lalu lintas dan Perniagaan bertugas mengatur perjalanan kereta api untuk masyarakat dan juga untuk kebutuhan perjuangan bangsa. DKARI menjalankan kereta malam antara Jakarta-Surabaya namun berangsur-angsur jaraknya diperpendek guna menghindari serangan pasukan sekutu. Beberapa rute pun diperpendek dengan alasan yang sama, seperti Cikampek-Mojokerto, Solo-Garut, Jogja-Malang, Solo-Kutoarjo.

Untuk penumpang, DKARI menyediakan kereta api penumpang biasa dan campuran. Namun, membludaknya penumpang saat itu membuat gerbong barang penuh penumpang di bagian bordes atau atap gerbong. Stasiun-stasiun besar menjadi sangat ramai, petugas stasiun bersiaga penuh mengamankan kondisi tersebut.

Kendati memiliki tugas yang berat dan di bawah situasi perang, DKARI berhasil menjalankan tugasnya sebagai angkutan masal. Bahkan kereta api pada saat itu menjadi alat perjuangan bangsa. Hal tersebut berkat kegigihan para pegawai DKARI serta kolaborasi yang apik dengan tentara dan para pejuang.

1 Penumpang KA rev

Kereta Api selalu penuh sesak dengan muatan hasil bumi dan penumpang yang hilir mudik, Oktober 1946 (Sumber : ANRI)